-->

Rabu, 14 November 2012

PENDIDIKAN UNTUK ANAK AUTIS


Pendidikan merupakan kebutuhan utama manusia, begitupun anak autis. Pendidikan anak autis memang mengalami kendala, karena gangguan perilaku yang biasa ditunjukkan oleh anak autis. Maraknya autisme pada anak menimbulkan berbagai keprihatinan bagi orangtua, bidang kesehatan dan juga pendidikan. Berbagai upaya telah dicoba oleh berbagai pihak baik secara parsial maupun secara integral untuk membantu anak autisme.
Salah satu upaya yang banyak adalah dengan mendirikan pusat-pusat terapi autisme yang juga berfungsi sebagai pusat pendidikan anak autis yang banyak bertujuan untuk membentuk perilaku positif dan mengembangkan kemampuan lain yang tarlambat, misalnya bicara, kemampuan motorik dan daya konsenterasi. Pusat terapi yang ada biasanya menerapakan metode behavioristic atau yang sering dikenal dengan terapi ABA (Applied Behavior Analysis) yang dikenalkan oleh Loovas (Sutardi, 2003).
Permasalahan yang muncul kemudian adalah bahwa penerapan ABA sendiri dibeberapa pusat terapi banyak yang menyimpang dari prosedur pelaksanaan sehingga banyak hal yang masih perlu diluruskan.
Metode ABA bertujuan untuk membentuk perilaku atau menguatkan perilaku yang positif dan menguarangi atau menghilangkan perilaku yang negatif atau tidak diinginkan. Kenyataan yang terjadi di beberapa pusat terapi bahkan memberikan efek samping yang kurang mengembirakan. Terapi sering kali disertai dengan bentakan, emosi negatif, ekpresi wajah menakutkan dan dengan nada suara tinggi. Bila hal ini dirasa kurang berhasil terapis tak segan- segan menerapkan hukuman-hukuman kecil yang semuamya di luar skenario ABA.
Model Pendidikan Terpadu Bagi Anak Autis
Kurikulum
Pendidikan anak autis di lembaga ini khususnya pada tingkat Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak. Kurikulum yang digunakan adalah sesuai dengan kurikulum Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak dari Diknas Plus yang disederhanakan. Tambahan kurikulum yang digunakan adalah dengan memberikan kegiatan wajib menari, olah raga, agama , terapi bicara, dan terapi perilaku.
Setiap hari anak mendapatkan kegiatan akademis sesuai dengan kurikulum misal: memahami warna, bentuk, ukuran, mewarnai, menempel, menguntai, menulis dan menyetempel, kolase dan menabung huruf untuk persiapan membaca. Setiap hari anak mendapatkan tiga buah kegiatan, dua kegiatan berupa tugas akademis dan satu kegiatan berupa kegiatan terapi.
Tugas akademis yang tidak selesai dikerjakan di sekolah dapat dikerjakan di rumah bersama orang tua. Sedangkan kegiatan terapi diatur sedemikian rupa secara bergantian antara kegiatan menari, terapi perilaku, terapi wicara dan olah raga. Setiap hari siswa mendapatkan waktu istirahat selama 45 menit mereka diberi kesempatan untuk bermain dan bergabung dengan anak kelompok bermain dan Taman Kanak- Kanak yang normal (tanpa gangguan).
Waktu yang diberikan sekolah selama empat jam (dari jam7.00 – jam11.00). Dua kegiatan akademis diberi waktu 2 jam, satu jam untuk kegiatan terapi, 45 menit istirahat dan bermain dan 15 menit makan bersama. Kegiatan dalam 1 bulan dijadwal sebagai berikut: Minggu 1 diberikan terapi perilaku, Minggu II terapi Wicara, Minggu III terapi perilaku dan koordinasi visual, Audio dan motorik dalam bentuk menari, dan Minggu IV terapi perilaku dan koordinasi visual, bodi motorik dalam bentuk olah raga. Mereka mendapatkan tambahan kegiatan berenang dan bermain drumband setiap dua minggu sekali pada setiap bulan.
Kegiatan terapi wicara dan perilaku metode yang digunakan adalah ABA modifikasi, artinya terapi dilakukan secara bergantian dan juga kelompok Pendekatan selama terapi adalah model kasih sayang, suasana diciptakan dalam ruang yang santai (agar anak tidak takut dan trauma) dengan suasana yang menyenangkan. Apabila ada perilaku yang agresif atau hiperaktif. Reward selalu diberikan ketika anak yang berhasil melakukan suatu perintah, dan bentuk reward sangat variatif. Mulai dari fisik, psikologis dan material.
Aturan yang dilakukan lembaga ini berlaku untuk semua siswa (baik siswa autisme maupun normal), seperti bersalaman dengan guru dan teman, mencium tangan guru dan orang tua, berdoa, makan bersama, mencuci tangan setelah bermain dan setelah makan, do’a sebelum dan sesudah makan, mengembalikan alat ke loker masing- masing. Kesempurnaan hasil bagi anak autisme bukan menjadi target utama, namun terbentuknya perilaku dan keterampilan sosial merupakan tujuan dari kegiatan bersama.

dikutip dari : http://progressio.muhardi.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar